blog_img1

"Sosialisasinya Memang Agak Terlambat..."

"Salah Satu hal penghambat kemajuan perbankan syariah adalah sosialisasinya yang datang terlambat di beberapa negara Islam, begitu juga di Indonesia."

 

Perbankan syariah baru diperkenalkan pada tahun 1993. Memang pada saat itu 1988, ada konferensi de facto yang menyatakan bank syariah akan mempermudah kegiatan bank konvensional. “Sejak lama, perbankan syariah bergerak tanpa adanya Undang –Undang (UU).  Oleh karenanya DPR, pemerintah, dan BI harus cepat mencari solusi andaikan perbankan syariah terkena krisis, jangan sampai meminjam kepada bank konvensional,” ujar Achsanul Qosasi, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Partai Demokrat. Makanya Indonesia mengikuti International Islamic Liquidity Management (IILM) jadi kalau ada krisis, bisa meminta bantuan likuiditas kepada negara-negara lain, berdasarkan prinsip syariah, apalagi banyak negara Islam lain yang mengikutinya.

Berikut petikan wawancara Achsanul Qosasi dengan Achmad Budiman dan Wira Perdana dari Majalah FIGUR :

 

Bagaimana Anda melihat perkembangan perbankan syariah saat ini?

Dengan melihat jumlah muslim di Indonesia dari sisi ini bisa dibilang perbankan syariah belum terlalu mewarnai. Belum dapat dikategorikan sebagai bank besar. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi Bank Indonesia. Namun dari sisi asset bank syariah pertumbuhannya sudah lebih dari 50 persen tiap tahun. Artinya, perlu kerja keras BI untuk melakukan sosialisasi pentingnya perbankan syariah bagi umat muslim. Dengan lahirnya UU Perbankan Syariah mesti segera dilakukan sosialisasi maksimal oleh BI hingga ke pelosok daerah. Karena selama ini bank syariah hanya dikenal di daerah perkotaan saja. Karenanya, dalam budget BI ada sosialisasi perbankan yang didalamnya ada perbankan syariah. 

 

Ada kecurigaan bermunculannya bank syariah karena ingin menyerap dana dari luar saja?

Saya kurang sependapat. Karena perbankan BUMN termasuk bank swasta dan asing yang mencoba membuka windows syariah, semata-mata karena melihat potensi pasar yang begitu besar. Kalaupun nantinya berhubungan dengan dana dari timur tengah bukan sebagai tujuan akhir. Hanya sebatas keuntungan mereka. Tetap saja tujuan mereka mendirikan bank syariah sesuai laporan BI, mereka ingin memanfaatkan potensi pasar dengan jumlah penduduk muslim yang jumlahnya hampir 190 juta.

 

Mengapa perbankan syariah diawal demikia sulit ?

Pertama, sistem pengelolaannya yang belum baik. Dengan lahirnya bank seperti Mandiri Syariah, BRI Syariah, pertumbuhannya demikian cepat. Hal ini karena mereka “menempel” pada bank induknya. Begitu hasil laporan yang kami terima. Bahkan banyak nasabahnya yang memiliki kedua tabungan di bank tersebut, syariah dan konvensional dengan fasilitas dan pelayanan yang sama. Sedangkan bank Mualamat, berdiri sendiri.

 

Selama ini keberpihakan terhadap perbankan syariah bagaimana

Sudah ada direktorat khusus di BI yang menangani perbankan syariah. Mengingat, BI harus menyambut arus besar perkembangan perbankan syariah saat ini. BI juga menyiapkan system regulasi, pengawasan  dan pemeriksaan. Sehingga, ada pemisahan penanganan bank syariah dan konvensional. Karena  berbeda baik system maupun pengelolaan diantara mereka. Kita sangat mendorong BI agar lebih  concern terhadap bank syariah. Memang genjot bank Indonesia lebih konsen saat ini kepada perbankan syariah, mempermudah perkembangannya itu.

 

Mengenai pajak ganda yang pernah terjadi pada perbankan syariah apa permasalahannya?

Iya, jadi perhitungan pajaknya menjadi ganda karena di sistem syariah itu akadnya jual-beli. Begitu akadnya sudah jual-beli maka sudah kena pajak disitu. Kemudian perbankan di tabun­gannya ada persoalan dan akhirnya di­tahan dulu oleh Bank. Jadi bank banyak menahan pajak syariahnya karena BI menghitung dan konsolidasi terlebih dahulu, sehingga seolah-olah ada satu bank saja yang bermasalah. Kalau saya lihat, persoalan di Ditjen pajak karena adanya pajak ganda yang bermasalah antara pihak Bank dan wajib pajak. Na­mun persoalan ini sudah dibenahi dan tidak akan muncul kembali. 

 

Berarti potensi perbankan syariah di Indonesia itu luar biasa. Bagai­mana Anda melihat potensi per­bankan syariah untuk beberapa tahun ke depan?

Kalau dilihat dari pertumbuhan perbankan, perbankan syariah itu menempati urutan teratas. Jadi kalau pertumbuhan kredit 23% maka per­tumbuhan syariah melebihi itu, artinya banyak orang yang sadar dan meman­faatkan atau memulai menggunakan fasilitas yang ada di perbankan sya­riah dan itu harus kita sambut dengan memperbaiki regulasinya.

 

Apa sebenarnya yang menjadi ke­kuatan bank syariah? 

Sekarang kita harus bisa merubah paradigma bank yang terbelakang menjadi bank yang professional. BI sudah berhasil dalam hal itu yakni manajemen perbankan syariah sudah bisa merubah paradigma bahwa saat ini bank syariah itu “sama kelas” dengan bank konvensional. Makanya kenapa di Singapura berkembang? Karena negeri itu merupakan pusat transaksi perda­gangan dunia. Mereka memanfaatkan seluruh jaringan untuk bertransaksi sya­riah karena mau tidak mau, Singapura harus menyiapkan lahan itu karena de­mand-nya banyak. Misalnya pengusaha Timur Tengah yang membuka cabang di Singapura harus menggunakan prinsip perbankan syariah. 

 

Konotasinya perbankan konven­sional lebih senang memberikan pinjaman kepada pengusaha be­sar, bagimana dengan pengusaha kecil. Apakah perbankan syariah juga melakukan pengkotakan pinjaman kepada masyarakat?

Perbankan syariah mempunyai fa­siitas yang sama, yang disebut akadnya jual beli. Jadi dijual kepada pembeli lalu pembayaran dilakukan cicilan. Fasilitas itu sama dengan fasilitas yang ada pada perbankan konvensional. Selain itu, fasilitas pinjaman dana ber­gulir dan fasilitas rekening Koran juga ada, hanya saja namanya kurang popu­lar di masyarakat. Hal inilah yang ha­rus disosialisasikan. 

 

Sumber : Majalah FIGUR • Edisi LXIV