blog_img1

Perketat Persyaratan Pembukaan Cabang

Regulasi Bank l UU Perbankan Harus Segera Direvisi

JAKARTA - Kalangan politisi di Senayan mendesak Bank Indonesia dan pemerintah segera merevisi UU Perbankan dan Bank Indonesia karena dinilai kurang relevan lagi dengan perkembangan dan persaingan industri perbankan saat ini.

Desakan merevisi itu terutama soal wacana yang disampaikan petinggi bank sentral untuk membuat aturan izin operasional yang berlapis atau multiple licensed, sehingga bank yang memperoleh izin di Indonesia bukan berarti sesukanya membuka cabang di berbagai wilayah.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi, di Jakarta, Minggu (20/5), mengatakan, BI harus berani membatasi dan membuat syarat-syarat khusus tentang kepemilikan dan perizinan bank, terutama keberadaan bank asing di Indonesia.

Salah satu regulasi yang menjadi prioritas bank sentral adalah mempersulit determinasi bank asing agar mereka tidak mudah membuka cabang atau jaringan dan mengambil alih perbankan nasional.

"Regulasi selama ini sangat liberal, sehingga memudahkan investor asing untuk mengakuisisi Bank. Ini masalah serius bangsa ini," kata Achsanul. Determinasi perbankan asing yang kian meluas dinilai akan merugikan Indonesia sendiri.

Terutama saat kondisi krisis, perbankan Indonesia akan sangat bergantung kepada asing. Apalagi semua kebijakan bank asing yang beroperasi di Indonesia ditentukan oleh kantor pusatnya, sehingga dalam situasi krisis bisa saja mereka menghentikan kredit di Indonesia.

"Pada akhirnya, nasabah dan perekonomian secara umum yang dirugikan," katanya. Ia mendesak agar UU Perbankan dan UU BI segera direvisi sebagai langkah untuk mengurangi determinasi asing di perbankan.

Dengan dominasi konglomerasi asing yang cukup besar, dikhawatirkan bank-bank lokal yang membutuhkan suntikan modal lebih tertarik menawarkan sahamnya kepada investor asing.

Anggota Komisi XI DPR lainnya, Abdilla Fauzi Achmad, mengatakan dominasi pangsa pasar perbankan asing sudah cukup mengkhawatirkan. Hal itu terlihat dari aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan penyaluran kredit yang naik signifikan. "Jika ini tidak dibatasi, maka akan memengaruhi ekonomi Indonesia ke depan," kata Abdillah.

Dia menegaskan bahwa deregulasi itu bukan mengusung semangat anti-asing, tetapi menata kembali struktur kepemilikan saham di sektor perbankan agar lebih terdistribusi atau menyebar.

Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, pembatasan kepemilikan saham di bank sangat dibutuhkan, namun aturannya harus berimbang dan berlaku bagi semua kelompok bank. "Penekanannya pada penerapan tata kelola yang baik, sehingga kontrol dan risiko lebih menyebar karena banyak pihak yang memiliki," kata Paul.

Izin Berlapis
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI, Muliaman D Hadad, mengatakan pihaknya sedang menyiapkan ketentuan yang mengharuskan perbankan nasional mengajukan izin tambahan untuk berbagai aksi korporasi yang akan dilakukan. Aturan berlapis itu diharapkan menjadi salah satu filter untuk menyaring bankbank asing yang betul-betul concern berinvestasi di Indonesia dalam jangka panjang.

"BI akan mengeluarkan multilicensing (izin berlapis) yang bertujuan memperkuat pengawasan perbankan," kata Muliaman. Menurut Muliaman, ketentuan itu tidak akan membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan BI bagi bank karena izin tambahan yang diharuskan hanya untuk aksi korporasi yang akan dilakukan.

"Kita ini menganut single license. Sekali izin keluar, bank bisa melakukan apa saja dan itu tidak akan kita cabut. Namun sekarang akan ada beberapa izin lain dan diskresi dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan lain," kata Muliaman. lex/E-9

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/91404