blog_img1

RUU Redenominasi Kelar, Apa Untung Ruginya?

Tinggal harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Segera diajukan ke DPR.

VIVAnews - Jakarta


Ini soal mata uang rupiah. Pemerintah dan Bank Indonesia tampaknya serius dengan rencana penyederhanaan nilai mata uang. Dalam ilmu ekonomi luas dikenal dengan sebutan redenominasi. Rancangan Undang-undang Redenominasi itu disusun pemerintah bersama Bank Indonesia.Kini RUU itu sedang dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Rencananya awal 2012 masuk DPR. "Kami sudah selesai draft RUU-nya, naskah akademik," ujar Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, usai pertemuan dengan sejumlah pimpinan bank dalam acara Bankir's Dinner di Gedung BI, MH Thamrin, Jakarta, akhir pekan lalu. Pembahasan RUU ini, kata Darmin, dilakukan di bawah kordinasi Wakil Presiden Boediono.Rencana pemerintah dan Bank Indonesia untuk sesegera mungkin mengirim draft RUU ini  ke DPR dikritik beberapa kalangan.

 

Sejumlah angggota DPR dan pengamat ekonomi yang dihubungi VIVANews.com, Minggu 11 Desember 2011, berharap pemerintah fokus pada sejumlah agenda yang dianggap lebih mendesak.

 

Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi, kepada VIVAnews menilai bahwa UU Redenominasi untuk saat ini bukanlah sesuatu yang sangat  mendesak. Pemerintah dan BI seharusnya lebih berkonsentrasi pada penerapkan dua UU yang baru saja disahkan oleh DPR. Kedua undang-undang itu adalah UU Otoritas Jasa Keuangan dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

 

"Justru tahun 2012, pemerintah dan BI disibukan dengan transisi OJK. Sebaiknya pemerintah, terutama Menkeu lebih fokus pada kesuksesan OJK dulu. Kalau itu dibarengi dengan redenominasi maka akan terlalu banyak kesibukan," kata Achsanul.Meski memastikan bahwa RUU ini sudah siap dan tinggal tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan bahwa RUU tersebut baru bisa dipraktikan sekitar 5 sampai 10 tahun kedepan.

 

Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah akan mempelajari terlebih dahulu pengalaman beberapa negara yang sudah berhasil menerapkan kebijakan penyederhaan nilai uang. Soal rencana penyederhanaan mata uang rupiah ini, sudah ramai dibahas semenjak Januari 2011. Saat itu sejumlah kalangan mengkritik keras rencana itu, sebab akan menganggu ekonomi masyarakat, terutama di kalangan masyarakat kecil. Saat itu ramai diberitakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyetujui rencana penyederhanaan mata uang itu.

 

Saat itu Hatta menegaskan bahwa keputusan redenominasi rupiah belum sampai ke Presiden SBY. Rencana penyederhanaan nominal rupiah baru sampai tahap pembahasan. "Presiden hanya mengatakan silakan bicara dengan Bank Indonesia," kata Hatta, 25 Januari 2011.Semenjak Januari 2011 itulah rencana ini dibahas bersama antara pemerintah dengan Bank Indonesia.

 

Dalam rencana penerbitan kebijakan redenominasi itu, BI telah memetakan empat tahapan yang harus dilaluisampai Indonesia benar-benar dianggap siap menjalankan penyederhaan nilai uang itu.

 

Tahap pertama adalah tahap di mana pembuat kebijakan menyiapkan berbagai macam hal seperti menyangkut akuntansi, pencatatan, sistem informasi yang diperlukan dalam membuat rancangan undang-undang soal redenominasi itu.

 

Tahap kedua adalah masa transisi. Yakni pada tahun 2013-2015. Pada tahap ini, harga barang akan ditulis dalam dua harga yaitu rupiah lama dan rupiah baru. Selama masa transisi ini, masyarakat akan menggunakan dua mata uang yaitu rupiah lama dan baru. BI juga akan mengganti uang rusak rupiah lama dengan uang rupiah baru. 

 

Tahap ketiga yaitu tahun 2016-2018 adalah masa dimana uang kertas sekarang (rupiah lama) akan benar-benar habis. Bank Indonesia akan melakukan penarikan uang lama. 

 

Tahap keempat yaitu periode 2019-2020, kata-kata uang baru menandakan pengganti uang lama akan dihilangkan. Pada periode ini, Indonesia akan kembali pada rupiah seperti saat ini, namun nilai uangnya lebih kecil. Untuk mata uang kecil berlaku uang koin dan nilai pecahan sen akan berlaku lagi. Diharapkan dengan tahapan seperti itu masyarakat akan lebih siap dengan proses redenominasi itu.

 

Laksanakan Dulu BPJS

Meski tinggal harmonisasi perjalanan RUU itu masih panjang. Setelah proses di Kementerian Hukum dan HAM itu tuntas, RUU itu akan masuk DPR guna mengikuti proses legislasi. Dan bisa saja anggota DPR di Senayan menolak draft itu dengan berbagai alasan.Saat ramai dibahas Januari lalu, sejumlah anggota DPR ramai menolak. Mereka menilai bahwa rencana itu hanya akan mencemaskan masyarakat.

 

Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis, saat itu menegaskan bahwa redenominasi jangan dibahas dulu karena dianggap belum perlu. "Nanti justru akan membuat kekhawatiran bagi masyarakat karena pengalaman terdahulu," katanya.Sejumlah kalangan menilai bahwa rencana itu seperti memberikan celah  bagi masyarakat untuk menaikkan harga secara sembarangan. Sebab, jika harga barang mengunakan pecahan sen, maka penjual akan cenderung membulatkannya ke atas.

 

Itu sebabnya, ketika rencana itu ramai lagi semenjak pekan lalu itu, sejumlah anggota DPR kembali meminta pemerintah agar berpikir masak-masak sebab RUU itu tidak sangat mendesak.Achsanul Qosasi, kepada VIVAnews Minggu 11 Desember 2011, berharap pemerintah dan BI seharusnya lebih berkonsentrasi menerapkan dua UU yang baru saja disahkan oleh DPR. Kedua UU yang dimaksud adalah UU Otoritas Jasa Keuangan dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

 

Dua undang-undang ini, terutama yang BPJS sangat diperlukan masyarakat.Kendati demikian, Achsanul menilai pemerintah bisa saja mengajukan permohonan pembahasan RUU redenominasi kepada DPR mulai tahun depan. Dengan catatan, pelaksanaaan kebijakan tersebut baru dilaksanakan pada tahun 2015 mendatang."Setelah OJK dan BPJS itu beres, kalau bisa setelah 2014 bisa dilaksanakan.  Apalagi Pak Darmin pernah katakan butuh waktu untuk pelaksanaan redenominasi itu," kata Politisi Partai Demokrat ini. 

 

Pemerintah diharapkan agar memanfaatkan waktu yang ada guna menyosialisasikan rencana penyederhaan nilai uang rupiah tersebut. Bahkan bila perlu dilakukan sosialisasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pengamat ekonomi, akademisi untuk memberikan pemahaman yang lebih baik. 
"BI seharusnya keliling minta pengamat untuk bicara, baru kita bikin RUU-nya Manfaatkan posisi sekarang untuk dapatkan masukan dari para stakeholder baik dari industri perbankan, akademisi, LSM," ujar Achsanul. 

 

Proses pembahasan RUU biasanya dimulai dari pengajuan RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden. Draft itu disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.

 

Setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota soal masuknya RUU tersebut dan kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. 
Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.

 

Pro dan Kontra
Rencana pemerintah menyederhanakan nilai uang rupiah --yang saat ini menjadi yang terbesar ketiga di dunia -- memang menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. 
The Indonesian Economics Intelligence (IEI), yang mendukung rencana itu mengangggap bahwa redenominasi penting dilakukan mengingat nilai tukar rupiah terus menurun. Penurunan itu dikarenakan depresiasi (penurunan secara natural) maupun devaluasi (penurunan akibat kebijakan). 

 

Nilai tukar rupiah, juga dianggap tidak kompetitif dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain. Kondisi itu menyebabkan rupiah mudah dikalahkan oleh kekuatan mata uang negara lain. Bahkan, rupiah kerap kali dimanfaatkan oleh para spekulan untuk melaksanakan transaksi carry trade. 

 

Sementara mereka yang menolak rencana itu beralasan bahwa penyederhaan nilai uang cuma bikin masyarakat cemas. Sebab redenominasi akan dimanfaatkan sejumlah oknum untuk menaikan harga barang. Mereka yang menolak itu menegaskan bahwa kebijakan redenominasi akan berdampak pada psikologis masyarakat , yang bisa saja menyebabkan gangguan stabilitas perekonomian nasional. Bahkan, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Nopirin MA, pada suatu kesempatan menegaskan bahwa rencana  redenominasi bisa saja mendorong masyarakat melakukan aksi beli dolar AS karena mereka khawatir dengan uang rupiah yang dipegang.

 

Aviliani, pengamat ekonomi dari  institute for Development Economic and Finance Indonesia (INDEF) dalam perbincangan dengan VIVAnews.com  Minggu 11 Desember 2011 menegaskan bahwa pemerintah dan BI hendaknya meninjau kembali rencananya untuk segera mengajukan RUU redenominasi ke DPR. 
Aviliani beralasan, di tengah situasi krisis ekonomi global yang ditandai dengan pelemahan ekonomi Amerika Serikat dan makin parahnya krisis utang luar negeri Eropa, pemerintah semestinya memikirkan upaya antisipasi Indonesia menghadapi ancaman tersebut. 

 

"Saya rasa RUU redenominasi tidak mendesak, apalagi kondisi krisis global seperti saat ini," katanya.  Rencana pemerintah yang ingin segera mengajukan RUU redenominasi, katanya, akan kontraproduktif dengan upaya mendongkrak perekonomian nasional.  Pembahasan RUU  justru akan membuat tambahan biaya anggaran negara yang sangat besar. 

 

Pembahasan RUU redenominasi, lanjut Aviliani, idealnya baru digelar pada tahun 2012 atau 2013 mendatang. Sebab pada saat itu pemerintah dinilai sudah bisa mencegah dampak krisis ekonomi global yang melanda dunia. 


"Kalau seolah-olah ingin cepat-cepat diselesaikan, nanti malah akan memancing kecurigaan. Jangan-jangan ada apa-apa dari upaya itu," ujar Aviliani yang mengaku mendukung kebijakan redenominasi nilai uang rupiah itu.


Sumber : http://headlines.vivanews.com/news/read/271349-ruu-redenominasi--mendesak-atau-ditunda-