blog_img1

Seminar Forum Auditor Migas Indonesia 2014

"Optimalisasi Fungsi Pengawasan Internal Dalam Rangka Perbaikan Tata KelolaIndustri Hulu Migas"

Bandung, 27 November 2014


"OPTIMALISASI PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA DI SEKTOR INDUSTRI HULU MIGAS"

1. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas oleh pemerintah dan pihak terkait lainnya.

2. Pemerintah diharapkan untuk terus menerus mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan negara yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya alam.

3. Disisi lain, Pemerintah juga harus menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Dibutuhkan peran pemerintah yang sangat aktif dalam ekonomi termasuk diantaranya pengawasan dalam Pengelolaan Keuangan Negara, sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 33 “faktor – faktor produksi yang penting bagi negara dan menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”  dan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat”

Keuangan Negara : 

1. Berdasarkan UU 17/2003 (UU Keuangan Negara) :

Adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2. Keuangan Negara meliputi :

Kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara / perusahaan daerah.

3. Berdasarkan UU 31/1999 (UU Tipikor) :

Adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apa pun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN.

Penyelenggaraan Sektor Hulu MIGAS (Berdasarkan UU 22/2001)

1. Ruang Lingkup Sektor Hulu 

Pasal 1 (7) UU 22/2001 tentang kegiatan usaha yang berintikan pd kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi

2. Pengaturan Sektor Migas

Pasal 33 UUD 45; UU 22/2001; PP 42/2002 tentang BPMIGAS; PP 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas; peraturan lain terkait

3. Lembaga-lembaga

Pemerintah pusat; Pemda; MESDM; Menteri Lain terkait; SKK MIGAS (Dahulu BPMIGAS);       dan BU/BUT Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)

Peran  BPK RI :

1. Memeriksa Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara berdasarkan:

  • UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
  • UU 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara
  • UU 15 Tahun 2006 tentang BPK RI

2. Memberikan pendapat kepada DPR/D, DPD,Pemerintah-BI,BUMN/D,Yayasan dan lembaga atau Badan lainnya yang diperlukan karena sifat pekerjaannya;

3. Menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja atau lalai yang dilakukan bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang  menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

Pemeriksaan BPK :

Terkait dengan kegiatan usaha Hulu Migas, BPK berperan aktif dengan melakukan kegiatan:

1. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan SKK Migas

  • Memberikan keyakinan yang memadai bahwa Laporan Keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  • Mengungkapkan kondisi yang dapat dilaporkan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

2. Pemeriksaan atas Kinerja SKK Migas 

  • Kinerja pengelolaan kegiatan usaha hulu migas

3. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu

  • Pelaksanaan Cost Recovery dan Bagi Hasil oleh KKKS
  • Perhitungan bagi hasil migas
  • Pengendalian SKK Migas terhadap rantai suplai pengadaan barang dan jasa
  • Kegiatan pencadangan dan penggunaan dana ASR

Hasil Pemeriksaan  Kegiatan Usaha Hulu Migas :

BPK RI telah mengidentifikasi berbagai kelemahan pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas antara lain:

  • Banyaknya biaya yang tidak berkaitan langsung dengan eksplorasi dan eksploitasi migas yang telah diperhitungkan dalam cost recovery karena ketidak patuhan K3S  terhadap aturan yang ada.
  • Tidak adanya standardisasi biaya dan benchmarking cost recovery (standar biaya eksplorasi dari SKK Migas dalam bentuk draft),
  • Adanya transaksi afiliasi yang berpotensi merugikan negara.
  • Pendapatan bunga rekening Abandonment Site Restoretion/ASR (rekening bersama antara SKK migas dan K3S) tidak layak dibebankan ke dalam cost recovery karena merupakan uang negara;
  • Realisasi Biaya Authorization for Expenditurs/AFE (pengeluaran) melampaui nilai persetujuan otorisasi pengeluaran di SKK Migas
  • Pelaksanaan evaluasi teknis dalam proses persetujuan closed out AFE tidak didukung dengan bukti-bukti yang cukup.
  • Kementerian ESDM belum melakukan komunikasi dengan Kementerian Kehutanan terkait ijin pinjam pakai kawasan hutan dalam penyiapan, penetapan dan penawaran wilayah kerja
  • Badan Usaha yang ditunjuk sebagai penjual minyak mentah dan kondensat bagian negara tidak sesuai UU No 22 Tahun 2001 dan PP No 35 Tahun 2004, seharusnya berbentuk badan usaha yang bekerja serta berkedudukan di NKRI tetapi prakteknya banyak yang merupakan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan berdomisili di luar negeri

Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI :

  • Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi BPK dalam LHP dilakukan BPK RI (Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2006)
  • Entitas harus menindaklanjuti rekomendasi BPK RI paling lambat 60 hari setelah LHP diterima
  • Status Tindak lanjut dilaporkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semesteran (IHPS) kepada Lembaga Perwakilan.
  • Status tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK RI yg telah dilakukan oleh SKK Migas dan KKKS  dari periode Tahun 2005 s.d 2014 adalah sbb:

Penegakan Hukum Oleh BPK RI :

  • Pasal 14 ayat (1) UU No 15 tahun 2004 apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi terkait
  • Pasal 26 ayat (2) UU No. 15 Tahun/2004 menyatakan bahwa setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti LHP dipidana paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.
  • Dalam semua jenis pemeriksaan harus mewaspadai adanya unsur TPK
  • Kerja sama dengan Instansi Penegak Hukum

Peran  SPI :

  1. Merupakan bagian dari Sistem Pengendalian Internal
  2. SKK Migas mempunyai peranan yg penting dalam mengendalikan dan mengawasi Kegiatan Hulu Migas, sehingga diperlukan peranan Aparat Pengawasan Internal SKK Migas  untuk memeriksa KKKS secara komprehensif yg tidak hanya menjadi watchdog tetapi fungsinya  lebih bersifat koordinatif dan konsultatif terhadap proses management baik di SKK Migas maupun di KKKS.
  3. Dalam penyelengaraan Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara BPK dapat memanfaatkan Hasil Pemeriksaan APIP

Simpulan :

  1. Hasil Pemeriksaan BPK RI atas pelaksanaan production sharing contract dari tahun 2005 s.d sekarang (semester II TA 2013) menunjukkan temuan-temuan pemeriksaan yang signifikan mengenai perlunya peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara pada kegiatan usaha hulu migas.
  2. Rekomendasi-rekomendasi BPK terkait temuan hasil pemeriksaan atas pelaksanaan production sharing contract telah memberikan nilai tambah (value added) dalam peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
  3. Kepatuhan dan kepatutan SKK Migas  dalam memberikan persetujuan mulai dari POD, WP&B, persetujuan AFE dan closed out AFE serta KKKS yang telah menerima mandat sebagai pelaksana, hendaknya melaksanakan kegiatan sesuai dengan Peraturan yang berlaku didalam pengelolaan Migas.
  4. Fungsi Pengawasan Internal sangat penting untuk meningkatkan akuntabilitas kegiatan usaha hulu migas.

E-audit :

  1. Dalam rangka meningkatkan efektifitas pemeriksaan kegiatan hulu migas adalah melalui e-audit. Kami berharap SKK Migas dapat merealisasikan hubungan data secara elektronik antara data internal SKK Migas dan BPK sehingga tercipta link and match secara real time di pusat data BPK.
  2. Sistem e-audit didefinisikan sebagai sebuah sistem yang memanfaatkan sinergi antara Sistem Informasi Internal BPK-RI (e-BPK) dengan Sistem Informasi Internal milik entitas pemeriksaan (e-Auditee) dimana sinergi ini membentuk sebuah komunikasi data secara online antara e-BPK dengan e-Auditee yang secara sistematis membentuk Pusat Data Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di BPK.