blog_img1

Cinta Mati Madura

Tidak terbantahkan bahwa ikon Fraksi Partai Demokrat di Komisi XI DPR adalah Achsanul Qosasi. Anggota DPR kelahiran Sumenep, Madura 10 Januari 1966 ini seolah menjadi jurubicara Demokrat di Komisi Keuangan dan Perbankan di Parlemen. Pernyataannya selalu lugas, logis, juga tegas.

 


 

 

Karena kemampuannya berkomunikasi serta pengetahuannya soal anggaran dan fiskal, dalam rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2013, Senin (17/6), Achsanul juga menjadi jurubicara Fraksi Partai Demokrat. Pernyataannya singkat tapi menohok, "Pihak yang menolak kenaikan harga BBM berarti mendukung penyelundupan BBM!"

 

Dalam beberapa kesempatan, Achsanul juga seolah menjadi jurubicara Komisi XI. Misalnya, dalam rapat paripurna soal penghapusan lima utang PDAM, Achsanul kencang bersuara dan memberikan keterangan detail soal dasar hukum hingga kronoligis pengambilan keputusan.

 

"Ini keputusan tidak diambil begitu saja. Soal penghapusan utang lima PDAM ini sudah melalui persetujuan di Komisi V dan Komisi XI. Bila ingin tahu kronologisnya dan juga dokumen hasil kunjungan kerja ke lima PDAM itu, kami dapat memberikannya," katanya.

 

Belakangan, Achsanul mengaku gusar dengan nasib perbankan Indonesia menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2020. Achsanul menyarankan perlunya penerapan asas resiprokal perbankan yang lebih berkeadilan. Saat MEA 2020 berlaku, perbankan asing akan melakukan invasi besar-besaran di pasar keuangan Indonesia dengan cukup mudah karena saat ini sebagian bank-bank asing tersebut sudah leluasa beraktivitas di Indonesia.

 

Sebaliknya, menurut dia, bank nasional Indonesia saat ini masih sulit membuka jaringan di luar negeri. Itu akan jadi kendala saat pintu integrasi terbuka pada 2020, ketika telah terjadi integrasi sektor keuangan, termasuk perbankan, di ASEAN.

 

"Jadi pada 2020, di satu sisi bank asing akan membiayai nasabah kita tanpa batas, namun di sisi lain bank kita sulit. Makanya, saat ini bank nasional khususnya bank BUMN harus buka cabang di ASEAN sebagai persiapan," kata Koperasi Swadaya Merpati.

 

Dalam soal pengalaman politik, boleh dikatakan Achsanul adalah anak bawang. Manajer Madura United ini menjadi anggota Partai Demokrat pada 2008. Separo karir Achsanul lebih banyak dihabiskan di dunia perbankan dan finansial. Tapi, latar belakang karir profesional itu pula yang dapat mendongkrak kemampuannya di pentas politik khususnya di Komisi XI.

 

"Karier  profesional itu banyak menopang pengetahuan saya, dan banyak menopang kedewasaan saya," ujar Achsanul.

 

Sejatinya, Achsanul terjun ke dunia politik sejak jauh-jauh hari. Pertama kali Achsanul tercatat sebagai Bendahara Partai Bintang Reformasi (PBR) era Zainudin MZ. Masa itu diakui Achsanul bukan sebagai politisi melainkan masih terkait profesionalitas.

 

"Cuma sebagai bendahara, tapi tidak ikut politik praktis. Saya tidak aktif, hanya mengurusi pengelolaan keuangan partai," katanya.

 

Kenapa Achsanul memilih dapil Madura? Terkesan primordial, tapi alasannya logis. Hasilnya, ia meraup suara terbanyak di dapilnya pada Pemilu 2009. "Keinginan saya saat itu menjadi wakil yang sebenarnya. Saya lahir, besar, dan sekolah di Madura. Sehingga saya merasa sangat memahami tentang kultur dan kondisi secara utuh Madura," kata Achsanul.

 

"Selama ini di tataran politik wakil-wakil Madura yang pernah ada di DPR, banyak yang belum menerapkan peran yang penting. Dan, Persepam Madura United adalah salah satu persembahan saya untuk masyarakat Madura," tambahnya.


Sumber:http://www.jurnalparlemen.com/view/4190/cinta-mati-madura.html#.Ucj7WD-hrqQ.twitter