blog_img1

Revisi UU Perbankan, DPR Akan Undang Pemangku Kepentingan

Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR Achsanul Qosasi memastikan akan mengundang para pemangku kepentingan terkait revisi Undang-Undang Perbankan. Rencananya, revisi itu akan dibahas setelah reses dengan harapan peraturan yang dihasilkan dapat sesuai dengan harapan semua pihak.

"Saat ini kami belum membahas secara mendalam. Nanti setelah masa reses kali ini baru akan dibahas. Untuk itu, kami akan undang seluruh pihak terkait," kata Achsanul saat dihubungi di Jakarta, Rabu (18/7).

Achsanul mengatakan, DPR akan mengundang Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), dan asosiasi terkait lainnya, termasuk juga Bank Indonesia, dan pejabat yang akan memimpin Otoritas Jasa Keuangan serta pakar-pakar dibidang keuangan untuk memberikan masukan terkait rencana revisi UU Perbankan.

Dia mengatakan belum dapat menyebutkan secara detil terkait revisi yang akan dilakukan karena pembahasannya belum dilakukan. Namun menurutnya, poin-poin penting yang akan dibahas antara lain terkait kepemilikan saham perbankan, pembukaan cabang dan ekspansi.

"Boleh jadi dari tiga poin tersebut ada yang harus masuk Undang-Undang Perbankan, dan ada juga yang cukup diatur dalam Peraturan Bank Indonesia," kata politisi Partai Demokrat itu.

Menurut dia, sebaiknya aturan kepemilikan saham perbankan masuk dalam UU Perbankan sebab terkait dengan keamanan perbankan atau "good corporate governance", serta mencegah sektor perbankan dikuasai asing.

"Sedangkan untuk pembukaan cabang dan ekspansi menurut saya cukup diatur dalam Peraturan Bank Indonesia," ujar dia.

Dia mengatakan DPR akan mengutamakan perlindungan nasabah dan investor dalam revisi UU Perbankan nantinya, agar tidak kontraproduktif dengan iklim investasi perbankan.

"Revisi tentu harus dilakukan secara hati-hati. Selain harus mengutamakan perlindungan nasabah perbankan, revisi juga tetap harus melindungi kepentingan investor, sebab saat ini perbankan kita sangat diminati oleh investor asing, maka nanti harus dicari titik keseimbangannya seperti apa," kata dia.

Sementara pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan amandemen undang-undang perbankan perlu dilakukan seiring akan berpindahnya kewenangan pengawasan industri keuangan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan, agar masing-masing instansi dapat bertugas sesuai kewenangan.

"Undang-undang tersebut perlu menata ulang tugas dan wewenang BI ketika kelak OJK efektif berjalan. Sehingga BI dan OJK bisa bertugas sesuai kewenangan masing-masing," kata Paul yang dihubungi di Jakarta.

Paul mengusulkan apabila terdapat aturan kepemilikan saham yang baru sebaiknya dapat berlaku surut atau retroaktif agar tidak terjadi kesenjangan peraturan. Namun dia mengatakan revisi undang-undang perbankan harus tetap melindungi kepentingan nasabah dan investor.

Sebelumnya, Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono meminta pembahasan revisi UU Perbankan ditunda hingga jelas falsafah dan tujuannya.

Menurut Sigit, dalam perumusan UU tersebut hendaknya ditetapkan dulu filosofi dan targetnya, semisal memfasilitasi agar negara memiliki bank terbesar dikawasan regional.

"Cita-cita seperti itu harus dicakup dalam Undang-undang Perbankan yang baru. Saat ini kita pertanyakan karena tidak jelas nyawanya untuk apa undang-undang itu," kata Sigit.

Sigit mengatakan dengan menghormati hak yang dimiliki DPR sebagai lembaga legislatif, Perbanas juga harus memberikan masukan sehingga UU tersebut tidak terkesan disusun tergesa-gesa.

"Banyak pihak yang seharusnya dilibatkan, sejauh ini yang saya tahu baru sebatas inisiatif DPR saja, pihak pemerintah belum tahu, apalagi pihak lain seperti Bappenas, asosiasi, dan OJK sendiri," katanya. [Ant/Pay]

Sumber: http://skalanews.com/