blog_img1

BPK Menilai Data Pangan Tak Akurat

BPK menyoroti data konsumsi beras nasional yang tak akurat. "Ada beberapa perbedaan angka konsumsi per kapita per tahun." Pemerintah menyatakan angka konsumsi mencapai 139,15 kilogram/kapita/tahun. Sedangkan prognosa Badan Ketahanan Pangan (BKP) 124,89 kilogram/kapita/tahun.


sumber : tempo.co   |   foto : rri.co.id

 

 

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai, data pangan yang digunakan pemerintah sebagai basis pengambilan kebijakan tidak akurat. Hal ini terungkap dari hasil audit kebijakan kinerja pangan nasional dan implementasinya.

"Data yang tak berkualitas membuat kebijakan pemerintah soal pangan jadi tak efektif, terutama soal impor," kata anggota IV BPK RI, Rizal Djalil, dalam pertemuan koordinasi kebijakan pangan nasional bersama Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan sejumlah kepala daerah di kantor BPK, Jakarta, Selasa, 21 Juni 2016.

Audit terhadap kebijakan pangan ini dilakukan BPK dengan latar belakang gejolak harga pangan di awal Ramadan lalu. Menurut Rizal, tingginya harga kebutuhan pokok kerap diatasi dengan impor komoditas. "Kami ingin melihat apakah kebijakan ini tepat atau sebaliknya."

BPK menyoroti data konsumsi beras nasional yang tak akurat. "Ada beberapa perbedaan angka konsumsi per kapita per tahun." Pemerintah menyatakan angka konsumsi mencapai 139,15 kilogram/kapita/tahun. Sedangkan prognosa Badan Ketahanan Pangan (BKP) 124,89 kilogram/kapita/tahun.

BPK juga menemukan indikasi masalah dalam proses pengambilan keputusan impor beras. "Kami menilai, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2014 soal Ketentuan Impor Beras tak selalu berkaitan dengan angka produksi beras nasional."

Lalu, data stok Bulog sebagai salah satu pemicu rasionalisasi impor beras yang digunakan dalam rapat koordinasi terbatas pemerintah belum memperhitungkan stok cadangannya.

"BPK bukannya anti-impor, tapi datanya harus akurat dan pengambilan keputusan impor harus dilakukan atas dasar yang kuat," ujar Rizal. "Impor pangan harus transparan dan akuntabel."

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan sebetulnya tahun lalu pemerintah tak mendatangkan beras dari negara lain. "Untuk kali pertama kami tidak impor, padahal dilanda kekeringan parah." Dia menyebut, produksi beras nasional saat ini sudah mencukupi, bahkan surplus.

BPS, kata dia, mengatakan produksi beras nasional naik 4 juta ton atau 6,3 persen. "Total ada 9,6 juta ton beras di lapangan. Jadi stok beras aman."

Adapun Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyebut, keputusan impor bahan pangan selalu diputuskan dalam forum bersama Menteri Koordinator Perekonomian. "Data dan pertimbangan yang digunakan pasti sudah dibahas dengan saksama."

Soal impor komoditas pangan lain, dia menyebut, hal itu dilakukan untuk menjaga stok dan harga komoditas yang produksinya rendah. "Kami tak berniat mematikan petani."  ***