blog_img1

Iran, Negara Cash and Carry

Mendarat di Bandara Ayatollah Khomeini, Teheran, Iran, saya langsung disambut oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Iran, Mohammad Reza Sharifian.

Kehangatan penyambutan mereka itu, menandakan begitu eratnya hubungan antara Indonesia-Iran. Mereka memberikan sambutan resmi sesuai aturan kenegaraan, seolah ingin menyampaikan bahwa Iran adalah negara yang ramah dan siap dihadiri oleh negara lain sebagai tanda persahabatan.

Sepanjang perjalanan dari airport menuju pusat kota Teheran, terlihat jelas bahwa Iran sedang membangun infrastruktur yang disiapkan untuk rakyat dan investor.

Jalan mulus dan lebar, tidak tampak kemacetan dan gemuruh transportasi. Semua berjalan teratur seolah mereka menunjukkan bahwa embargo ekonomi yang telah mereka alami sejak 1978 tidak membuat Iran miskin dan tertinggal.

“Justru dengan embargo itu membuat rakyat Iran menjadi kreatif dan lihai menghidupkan ekonomi dalam negeri,” ujar Reza Sharifian, Kepala BPK Iran tersebut.

Tim Kedutaan Besar Indonesia, yang turut mendampingi penyambutan, juga silih berganti menjelaskan kemajuan Iran. Menurut penuturan mereka, Iran sangat anti-Amerika, anti-Israel, dan antiArab Saudi yang dianggap telah menjadi ‘budak’ Amerika.

Iran telah menjadi dirinya sendiri, sesuai cita-cita mendiang Ayatollah Khomeini yang mereka sebut sebagai Supreme Leader atau Pemimpin Agung. Menjadi Negara Republik Islam dengan sistem demokrasi terpimpin.

Demokrasi di Iran berjalan baik, namun masih tergantung pada keputusan tokoh ulama yang menjadi panutan jika ada perselisihan. Ali Khamenei kini ditunjuk sebagai ketua seluruh para ulama Iran yg disebut-sebut, keputusannya tidak bisa digugat dan setara dengan undang-undang.

Seluruh rakyat Iran patuh dan menuruti petunjuknya. Ajaran Syiah membuat mereka patuh sambil menunggu kehadiran Imam Mahdi, yang mereka anggap akan turun sebagai imam untuk rakyat Iran. Dalam hal perekonomian, Iran tergolong maju, walaupun sistem ekonomi mereka mengandalkan syariah tradisional.

Bank di Iran tidak mengenal ATM dan credit card. Semua transaksi dilakukan cash and carry. Sistem perbankan hanya untuk menyimpan dan meminjam tanpa fasilitas apapun.

Hampir semua pengusaha yang datang ke Iran selalu membawa uang tunai. Bahkan gaji Duta Besar dan staff Kedutaan Besar Republik Ndonesia (KBRI) setiap bulan harus dibawa dalam bentuk tunai dari Singapura.Iran sudah kebal akan embargo. Bagi mereka, embargo ekonomi tidak berpengaruh apapun. Secara diam-diam mereka tetap menjual minyaknya ke Eropa dan Afrika, lewat jalur perdagangan gelap di mana hanya mereka yang tahu.

Kehadiran Indonesia di mata Iran menjadi penting sebagai bagian dari membina hubungan persahabatan dengan Asia Tenggara. Mereka akan membuka jalur penjualan minyak ke Indonesia. Iran berharap, dalam waktu dekat transaksi minyak ke Indonesia dapat berjalan dengan sistem transaksi yang akan segera dirumuskan.

Di Iran, rakyat membeli bahan bakar minyak dengan harga sangat murah, sekira Rp1.500 per liter. Rakyatnya pun dimanja dengan berbagai subsidi, seolah tidak ada dampak adanya embargo. Terkucilnya Iran dari ekonomi internasional mengakibatkan Iran menjalankan ekonomi ‘primitif’ dan tradisional. Cash and carry adalah hal yang biasa bagi ekonomi Iran. (www.korankabar.com)